Hukum Bersyirkah Mudharabah dengan Pemodal yang Pinjam dari Bank Ribawi

Masalah :

Saya hendak bersyirkah mudharabah dengan Fulan yang akan menjadi pemodalnya misal dengan modal Rp 100 juta. Belakangan ini saya mengetahui bahwa Fulan ternyata akan meminjam duit di bank ribawi sebagai modal syirkahnya dengan saya tersebut. Apa yang harus saya lakukan ?

Uraian :

Uang dari pinjaman riba termasuk jenis harta yang didapatkan dengan cara batil, sama seperti harta yang didapatkan dari jual beri barang curian atau dari mencuri itu sendiri , dari merampok, jualan narkoba dan lain-lain.

Hukum bermuamalah dengan orang yang hartanya didapat dari cara batil, maka Syaikh ‘Atha abu Rasythah didalam tanya-jawabnya (7 Desember 2012) yang diterjemahkan dengan judul “menerima hadiah, berjual beli, dan menerima nafkah dari ‘harta haram’” memperinci dengan membagi harta haram menjadi 3 kategori yakni :

  1. harta haram dari sisi zat-nya seperti khamr sehingga tidak bisa ditransaksikan.
  2. harta haram dari sebab mengambil harta manusia lainnya semisal dari mencuri, dan
  3. harta haram dari muamalah yang batil semisal dari riba dan berjudi.

Untuk jenis harta haram yang ke-1 dan ke-2 (haram zat-nya dan mengambil hak adami), maka dilarang untuk bermuamalah atau bermuamalah dengan harta tersebut. Adapun untuk jenis harta ke-3 -yakni yang didapatkan dari muamalah yang batil-, maka harta tersebut statusnya haram bagi si pelakunya namun boleh (halal) untuk diterima baik sebagai hadiah maupun untuk bermuamalah dengannya. Meski demikian LEBIH UTAMA untuk tidak menerima hadiah ataupun menjual sesuatu kepadanya yang menyebabkan harta haram tersebut berpindah ke kita, sebagai bentuk wara’ atau kehati-hatian.

Sebagai penambah wawasan, kami cuplikkan artikel di http://www.alukah.net tulisan dari Syekh Ahmad Zuman yang membagi 2 dari sisi keumuman sumber pendapatannya, yakni

  1. bila harta orang tersebut bercampur antara hasil dari muamalah yang halal dan yang haram semisal dari transaksi ribawi dan transaksi non ribawi, maka dengan yang demikian itu masih diperbolehkan untuk muamalah dengannya maupun menerima hadiah darinya namun meninggalkan lebih utama.
  2. Adapun bila semua hartanya berasal dari muamalah yang haram semisal dari transaksi ribawi dan jual beli narkoba, maka haram untuk bermuamalah jual beli, sewa menyewa ataupun menerim hadiah dari orang yang seperti ini.

Bila kita bandingkan kedua pendapat diatas, bisa kami sampaikan bahwa pandangan Syaikh Atha lebih terperinci didalam memisahkan tiap harta haram. Meski harta seseorang bercampur antara dari sumber halal dan sumber haram, namun dalam faktanya kita kadang sebagai orang dekat Fulan kita mengetahui apakah dana yang dia pergunakan itu berasal dari dana haram (hasil berjudi atau riba). Berbeda dengan orang yang tidak kenal dekat maka hanya akan menduga-duga saja darimana sumbernya, apalagi orang yang tidak kenal sama sekali dengan Fulan dan sumber hartanya maka akan berlepas diri atau terbebas dari dugaan darimana sumber dananya si Fulan.

Meski demikian, pandangan Syaikh Ahmad Zuman membantu orang yang tidak kenal dekat dengan Fulan dengan menggeneralisir kalau si Fulan hartanya semata mata dari usaha rente-nya atau kerjaanya hanya berjudi dan tidak diketahui ada sumber pendapatan lainnya, maka harta Fulan tersebut tidak bisa diterima sebagai hadiah ataupun menjual sesuatu kepadanya.

Penjelasan diatas adalah terkait muamalah jual beli, sewa menyewa dan hadiah. Namun bagaimana bila bersyirkah mudharabah dengan yang hartanya dari muamalah haram semisal pinjam dari bank ribawi ? Penulis tidak mendapatkan keterangan pasti dari dua artikel diatas yakni dari Syaikh Abu Rusytah maupun Ahmad Zuman, namun penulis mencuplikkan dari fatwa.islamweb.net berikut, bahwa bila :

  1. harta pemodal semuanya adalah harta haram baik dari riba maupun lainnya, maka haram untuk bermudhorobah dengannya,
  2. namun bila harta pemodal itu bercampur antara harta halal dan harta haram, maka hukumnya menjadi makruh bersyirkah dengannya.

Demikian juga penulis dapatkan dalam kitab Al-Mulakhos Al-Fiqhy, Syaikh Fauzan pada bab ahkam syarokah wa anwa’ asy-syarikat (hal 280) menuliskan :

وينبغي اختيار من ماله من حلال للمشاركة، متجنب من ماله من الحرام او من المختلط بالحلال والحرام

dan semestinya untuk memilih rekan syirkah dari orang yang uangnya halal, dan menghindari orang yang uangnya haram atau uangnya bercampur antara yang halal dan yang haram

Disini syaikh Fauzan menyarankqn untuk menjauhi bersyirkah dengan mereka yang hartanya juga bercampur antara halal dan haram. Namun beliau tidak menegaskan apakah statusnya menjadi makruh ataupun haram.

Tidak menerima modal dari harta haram harusnya tidak dilakukan sebab mudharabah berlangsung berdasarkan prinsip amanah dan wakalah. Pengelola adalah amin (orang kepercayaan) dari sahibul mal (pemodal), dan modal itu sendiri adalah amanah dari pemodal untuk dikelola seizin dari sahibul mal sehingga seakan menjadi wakil dari sahibul mal (Muhamad, 2005). Maukah anda menerima amanah harta ribawi sekaligus menjadi wakil dari pemakan riba ?

Kesimpulan Saya :

Dari paparan diatas, maka saya (dwinug) berkesimpulan bahwa bila harta pemodal itu sudah jelas dari muamalah ribawi, maka sudah seharusnya dihindari karena minimal sudah makruh, bila tidak terjatuh kedalam haram. Tidak ada peluang untuk disebut mubah alias boleh-boleh saja.

Kewajiban kita malah menghentikan orang tersebut ketika tahu dia akan mengambil pinjaman riba. Kalau perlu syirkah-nya dicancel atau direschedule sampai dia mendapatkan harta yang halal.

Namun bila tahunya dia pinjam duit riba sudah pada saat syirkah berjalan, maka kita berlepas diri dari kewajiban nahi mungkar tersebut. Mungkin bisa menghentikan syirkah namun bisa juga tidak merta bisa mudah dilakukan karena sudah terikat akad. Tinggal-lah kita terus beristighfar dan menyesal karena ikut mengembangkan harta haram si pemakan riba tersebut.

Dwi Nugroho. Balikpapan 13/08/2018.

Referensi Ringkas:

  1. https://matanbjm.wordpress.com/2014/09/28/menerima-hadiah-berjual-beli-dan-menerima-nafkah-dari-harta-haram/
  2. http://www.alukah.net/sharia/0/20155/
  3. http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=362287&fromCat=2020
  4. Al-Mulakhos Al-Fiqhy, Dr Fauzan bin Abdillah Ali Fauzan. Penerbit Dar Ibn Jawzy Cetakan ke-6, 1436H
  5. Muhammad (2005). Konstruksi Mudharabah dalam Bisnis Syariah. BPFE Yogyakarta, Edisi Pertama

Leave a comment