Perbedaan akad Salam, Jual Beli Maushuf Fi Dzimmah dan Istishna

Kadang kita pingin membeli barang dari seseorang, namun barang itu ternyata tidak ada pada di orang tersebut namun ada di tempat lain-nya, atau karena memang sedang tidak ada di stok-nya manapun atau barangnya memang belum ada sama sekali dan perlu di produksi terlebih dahulu. Berikup opsi dan solusi kriteria akad syar’i-nya.

1. Salam atau salaf yakni pemesanan barang dengan uang muka didepan secara kontan.

Secara definisi :
وهو أن يسلم عوضا حاضرة في عوض موصوف في الذمة إلى أجل معين
seseorang yang memberikan imbalan (bayaran) di muka untuk mendapatkan barang yang masih disifati (ada spesifikasinya) dalam jaminan pihak kedua untuk diserahkan pada tempo tunda. (An-Nabhani, Syakhsiyah Islamiyah II/290)

Akad ini berlaku pada benda-benda mitsliyyah yakni yang jual belinya berdasarkan timbangan takaran dan hitungan semisal makanan dan buah-buahan sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah “Barangsiapa memesan sesuatu, maka hendaklah dalam ukuran tertentu, dan timbangan tertentu, sampai masa yang tertentu.” (HR. Al-Bukhâri).

2. Jual beli maushuf fi dzimmah membeli barang yang sudah ada namun barangnya tidak ada ditempat dan perlu diambil dari tempat lain semisal membeli beras merek X di toko Z namun ternyata barangnya tidak ada di toko tersebut. Pembeli juga maunya barang tersebut ada saat tersebut dan tidak mau menunggu 2-3 bulan lagi.

Karena itu sangat penting untuk menyebutkan sighat/redaksi transaksinya apakah mau berakad salam atau jual beli

[ المعتمد لا يكون العقد على ما في الذمة ] سلما إلا إذا كان بلفظ السليم أو السلف ، وأما إذا كان بلفظ البيع .. فهو بيع لا سلم ، فلا تجري فيه أحكام السليم من اشتراط قبض رأس المال في المجلس ، وعدم صحة الحوالة به وعليه ، ونحو ذلك . ( الباجوري : ۳۹۷/۱ )
Yang mu’tamad adalah bahwa suatau akad dalam tanggungan tidaklah disebut sebagai akad salam/pesanan kecuali dengan lafadz salam atau salaf. Apabila dengan lafadz jual/beli maka berlakulah akan jual-beli dan tidak berlaku akad salam . Karena itu tidak berlaku hukum salam terhadap apa yang disyaratkan semisal menyerahkan modal di majelis dan tidak berlakunya hiwalah dan yang semisal itu (Al-Bajury: 1/397)

Perbedaan salam dan jual beli maushuf fi dzimmah
a. Salam :

  • menggunakan redaksi salam/salaf
  • wajib menyerahkan harga (uang) di majelis
  • tidak boleh ada penggantian obyek yang dipesan
  • tidak sah hiwalah (pengalihan) terhadap pihak pertama dan pihak kedua
  • tidak ada khiyar syarat

b. Jual beli maushuf fi dzimmah

  • menggunakan redaksi jual beli
  • wajib menyebutkan harga tapi tidak wajib menyerahkan uang di majelis
  • boleh ada penggantian obyek yang dipesan
  • boleh hiwalah (pengalihan) terhadap pihak pertama dan pihak kedua
  • boleh ada khiyar syarat

3. Istishna atau perakitan (manufacture)

Rasulullah SAW juga pernah memesan barang dalam artian untuk dibuatkan/membentuk suatu benda bernilai dari material yang sudah ada semisal cincin dan mimbar
«بَعَثَ رَسُوْلُ اللهِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى اِمْرَأَةٍ أَنْ مُرِيْ غَلاَمَكِ اَلنَّجَارَ يَعْمَلُ لِيْ أَعْوَاداً أَجْلِسُ عَلَيْهِنَّ». رواه البخاري
Rasulullah saw mengutus kepada seorang wanita “suruhlah anakmu yang tukang kayu untuk membuatkan bangku untukku, untuk aku duduk” (HR al-Bukhari).

Menurut syaikh Atho Abu Rasytha, ulama berbeda pendapat apakah istishna ini termasuk akad salam atau tidak. Ulama hanabilah dan sebagian hanafiah mengatakan istishna bukanlah salam dan padanya berlaku hukum jual beli. Ulama malikiyah, syafiiyah dan sebagian hanafiah memasukkan istishna dalam salam https://tsaqofah.id/bolehkah-membeli-rumah-sebelum-dibangun-dari-bab-bay-as-salam-wa-bay-al-istishna/

Perbedaan kategorisasi antara salam dan jual beli akan berdampak pada syarat-syaratnya sebagaimana penjelasan pada point nomor 2

yuk terus belajar muamalah sesuai syariat Islam ..
mnux 24 Sept 2021

Leave a comment